Menemukan Kesehatan Mental di Tengah Kesulitan
Tahun 2020 mungkin adalah tahun yang penuh tantangan bagi banyak orang, dan saya termasuk di dalamnya. Saat dunia seakan terhenti karena pandemi, saya merasakan lonjakan kecemasan yang tidak pernah saya alami sebelumnya. Semua rutinitas harian yang biasa saya lakukan, mulai dari bekerja di kantor hingga bertemu teman-teman, mendadak hilang. Setiap hari terasa lebih berat dari sebelumnya, dan itulah saat dimana perjalanan mencari kesehatan mental dimulai.
Kehilangan Rasa Kendali
Saya ingat jelas saat pertama kali mendengar pengumuman lockdown. Pagi itu, saya duduk di meja makan dengan secangkir kopi hangat. Televisi menyala di latar belakang; suara presenter berita membingungkan pikiran saya. Kesehatan fisik tampak seperti masalah nomor satu bagi banyak orang—dan tentu saja itu penting—tapi apa yang terjadi pada kesehatan mental? Seiring berjalannya waktu, kekhawatiran semakin menguasai pikiran saya.
Tantangan terbesar bagi saya adalah mengatur waktu dan membagi perhatian antara pekerjaan dan kesehatan mental. Bekerja dari rumah ternyata lebih menantang daripada yang dibayangkan; produktivitas tidak selalu sejalan dengan kondisi emosional. Saya merasa terjebak dalam siklus tanpa akhir: bangun-tidur-bekerja-rebahan. Dialog internal pun muncul: “Apa kamu masih bisa melakukan ini?” atau “Kapan semua ini akan berakhir?” Rasanya seperti naik roller coaster tanpa akhir.
Mencari Solusi: Melangkah Kembali ke Diri Sendiri
Di tengah ketidakpastian itu, sesuatu dalam diri saya mulai berubah. Saya tahu bahwa jika dibiarkan terus menerus, perasaan cemas ini bisa menghancurkan segalanya—moralitas, produktivitas bahkan hubungan sosial. Jadi, bulan April 2020 menjadi momen kebangkitan bagi diri saya untuk mencari jalan keluar.
Langkah pertama yang saya ambil adalah mengatur ulang rutinitas harian. Saya mulai dengan membuat jadwal sederhana: bangun pagi pada jam yang sama setiap hari meskipun tidak ada janji kerja darurat sekalipun. Hal kecil ini memberi rasa kontrol kembali ke hidup saya—sesuatu yang sangat dibutuhkan saat merasa kehilangan pegangan.
Tidak hanya itu; melakukan olahraga ringan setiap pagi menjadi bagian penting dalam rutinitas baru tersebut. Olahraga memberi dorongan endorfin—senyawa kimia positif dalam tubuh—yang secara langsung memengaruhi suasana hati dan energi harian kita. Saat bergerak menikmati sinar matahari pagi sambil mendengar musik kesukaan atau podcast inspiratif, suasana hati perlahan-lahan pulih.
Pentingnya Dukungan Sosial
Dukungan dari teman-teman juga sangat membantu melalui masa-masa sulit ini. Di awal minggu pertama lockdown, kami mulai sesi video call rutin setiap malam Jumat untuk berbagi cerita atau sekadar bercanda lepas seperti dulu lagi walaupun terpisah jarak fisik.
Satu hal penting lainnya adalah menghindari informasi berlebihan tentang berita buruk—saya belajar bahwa memilih informasi bisa berdampak besar terhadap kesehatan mental kita sendiri.Sumber-sumber terpercaya membantu menjaga pengetahuan tetap seimbang tanpa membebani pikiran terlalu berat.
Mencapai Pemulihan: Dari Ketidakstabilan Menjadi Keseimbangan
Akhirnya setelah beberapa bulan perjuangan aktif menghadapi keadaan tersebut, hal-hal sedikit demi sedikit kembali stabil–baik fisik maupun mental–dan bukan hanya kebiasaan baru yang terbentuk tetapi juga pola pikir baru tentang tantangan hidup secara keseluruhan.
Saya belajar bahwa menghadapi hari-hari sulit bukan tentang menutup diri atau bersembunyi dari kenyataan; melainkan bagaimana kita memilih untuk melawan arus tersebut dengan cara sehat yang dapat memperkuat jiwa kita alih-alih melemahkan nya lebih jauh lagi.
Bisa jadi proses menemukan keseimbangan antara menjaga kesehatan mental dan menjalani kehidupan sehari-hari memerlukan waktu serta usaha kontinu; tetapi pengalaman ini telah mengajarkan bahwa selalu ada harapan meski jalan tampak panjang dan sulit.” Dan saat Anda menghadapi gelombang emosi tersebut? Ingatlah: Anda tidak sendirian.”